Entri Populer

Minggu, 08 April 2012

SEJARAH KOPASSUS

Komando Pasukan Khusus yang
disingkat menjadi Kopassus
adalah bagian dari Bala
Pertahanan Pusat yang dimiliki
oleh TNI Angkatan Darat yang
memiliki kemampuan khusus
seperti bergerak cepat di setiap
medan, menembak dengan tepat,
pengintaian, dan anti teror.
Dalam perjalanan sejarahnya,
Kopassus berhasil mengukuhkan
keberadaannya sebagai pasukan
khusus yang mampu menangani
tugas-tugas yang berat.
Beberapa operasi yang dilakukan
oleh Kopassus diantaranya
adalah operasi penumpasan DI/
TII, operasi militer PRRI/
Permesta, Operasi Trikora,
Operasi Dwikora, penumpasan
G30S/PKI, Pepera di Irian Barat,
Operasi Seroja di Timor Timur,
operasi pembebasan sandera di
Bandara Don Muang-Thailand
(Woyla), Operasi GPK di Aceh,
operasi pembebasan sandera di
Mapenduma, serta berbagai
operasi militer lainnya.
Prajurit Kopassus dapat mudah
dikenali dengan baret merah
yang disandangnya, sehingga
pasukan ini sering disebut
sebagai pasukan baret merah.
Kopassus memiliki moto Berani,
Benar, Berhasil.
Sejarah Kopassus
Kesko TT III/Siliwangi
Pada tanggal 15 April 1952,
Kolonel A.E. Kawilarang
mendirikan Kesatuan Komando
Tentara Territorium III/Siliwangi
(Kesko TT). Ide pembentukan
kesatuan komando ini berasal
dari pengalamannya menumpas
gerakan Republik Maluku Selatan
(RMS) di Maluku. Saat itu A.E.
Kawilarang bersama Letkol
Slamet Riyadi
(Brigjen Anumerta) merasa
kesulitan menghadapi pasukan
komando RMS. A.E. Kawilarang
bercita-cita untuk mendirikan
pasukan komando yang dapat
bergerak tangkas dan cepat.
Komandan pertama saat itu
adalah Idjon Djanbi. Idjon Djanbi
adalah mantan kapten KNIL
Belanda kelahiran Kanada, yang
memiliki nama asli Kapten Rokus
Bernardus Visser. Pada tanggal 9
Februari 1953, Kesko TT
dialihkan dari Siliwangi dan
langsung berada di bawah
Kepala Staf TNI Angkatan Darat
(KSAD).
KKAD
Pada tanggal 18 Maret 1953
Mabes ABRI mengambil alih dari
komando Siliwangi dan
kemudian mengubah namanya
menjadi Korps Komando
Angkatan Darat (KKAD).
RPKAD
Tanggal 25 Juli 1955 organisasi
KKAD ditingkatkan menjadi
Resimen Pasukan Komando
Angkatan Darat (RPKAD), yang
tetap dipimpin oleh Mochamad
Idjon Djanbi.
Tahun 1959 unsur-unsur tempur
dipindahkan ke Cijantung, di
timur Jakarta. Dan pada tahun
1959 itu pula Kepanjangan
RPKAD diubah menjadi Resimen
Para Komando Angkatan Darat
(RPKAD). Saat itu organisasi
militer itu telah dipimpin oleh
Mayor Kaharuddin Nasution.
Pada saat operasi penumpasan
DI/TII, komandan pertama, Mayor
Idjon Djanbi terluka, dan
akhirnya digantikan oleh Mayor
RE Djailani.
Puspassus AD
Pada tanggal 12 Desember 1966,
RPKAD berubah pula menjadi
Pusat Pasukan Khusus AD
(Puspassus AD). Nama Puspassus
AD ini hanya bertahan selama
lima tahun. Sebenarnya hingga
tahun 1963, RPKAD terdiri dari
dua batalyon, yaitu batalyon 1
dan batalyon 2, kesemuanya
bermarkas di Jakarta. Ketika,
batalyon 1 dikerahkan ke Lumbis
dan Long Bawan, saat
konfrontasi dengan Malaysia,
sedangkan batalyon 2 juga
mengalami penderitaan juga di
Kuching, Malaysia, maka
komandan RPKAD saat itu, Letnan
Kolonel Sarwo Edhie -karena
kedekatannya dengan Panglima
Angkatan Darat, Letnan Jenderal
Ahmad Yani, mengusulkan 2
batalyon 'Banteng Raider'
bentukan Ahmad Yani ketika
memberantas DI/TII di Jawa
Tengah di upgrade di Batujajar,
Bandung menjadi Batalyon di
RPKAD, masing-masing Batalyon
441"Banteng Raider III",
Semarang ditahbiskan sebagai
Batalyon 3 RPKAD di akhir tahung
1963. Menyusul kemudian
Batalyon Lintas Udara 436
"Banteng Raider I", Magelang
menjadi Batalyon 2
menggantikan batalyon 2 lama
yang kekurangan tenaga di
pertengahan 1965. Sedangkan
Batalyon 454 "Banteng Raider II"
tetap menjadi batalyon di bawah
naungan Kodam Diponegoro.
Batalyon ini kelak berpetualang
di Jakarta dan terlibat tembak
menembak dengan Batalyon 1
RPKAD di Hek.
Kopassandha
Tanggal 17 Februari 1971,
resimen tersebut kemudian
diberi nama Komando Pasukan
Sandi Yudha (Kopassandha).
Dalam operasi di Timor Timur
pasukan ini memainkan peran
sejak awal. Mereka melakukan
operasi khusus guna mendorong
integrasi Timtim dengan
Indonesia. Pada tanggal 7
Desember 1975, pasukan ini
merupakan angkatan utama
yang pertama ke Dili. Pasukan ini
ditugaskan untuk mengamankan
lapangan udara. Sementara
Angkatan Laut dan Angkatan
Udara mengamankan kota.
Semenjak saat itu peran pasukan
ini terus berlanjut dan
membentuk sebagian dari
kekuatan udara yang bergerak
(mobile) untuk memburu tokoh
Fretilin, Nicolaus Lobato pada
Desember 1978. Pada tahun
1992 menangkap penerus
Lobato, Xanana Gusmao, yang
bersembunyi di Dili bersama
pendukungnya.
Kopassus
Dengan adanya reorganisasi di
tubuh ABRI, sejak tanggal 26
Desember 1986, nama
Kopassandha berubah menjadi
Komando Pasukan Khusus yang
lebih terkenal dengan nama
Kopassus hingga kini.
ABRI selanjutnya melakukan
penataan kembali terhadap grup
di kesatuan Kopassus. Sehingga
wadah kesatuan dan pendidikan
digabungkan menjadi Grup 1,
Grup 2, Grup 3/Pusdik Pasuss,
serta Detasemen 81.
Sejak tanggal 25 Juni 1996
Kopasuss melakukan
reorganisasi dan pengembangan
grup dari tiga Grup menjadi lima
Grup.
• Grup 1/Parakomando —
berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Parakomando —
berlokasi di Kartasura, Jawa
Tengah
• Grup 3/Pusat Pendidikan
Pasukan Khusus — berlokasi di
Batujajar, Jawa Barat
• Grup 4/Sandhi Yudha —
berlokasi di Cijantung, Jakarta
Timur
• Grup 5/Anti Teror — berlokasi
di Cijantung, Jakarta Timur
Detasemen 81, unit anti teroris
Kopassus, ditiadakan dan
diintegrasikan ke grup-grup tadi.
Sebutan bagi pemimpin
Kopassus juga ditingkatkan dari
Komandan Kopassus yang
berpangkat Brigjen menjadi
Komandan Jendral (Danjen)
Kopassus yang berpangkat
Mayjen bersamaan dengan
reorganisasi ini.
Struktur Satuan Kopassus
Perbedaan struktur dengan
satuan infanteri lain
Struktur organisasi Kopassus
berbeda dengan satuan infanteri
pada umumnya. Meski dari segi
korps, para anggota Kopassus
pada umumnya berasal dari
Korps Infanteri, namun sesuai
dengan sifatnya yang khusus,
maka Kopassus menciptakan
strukturnya sendiri, yang
berbeda dengan satuan infanteri
lainnya.
Kopassus sengaja untuk tidak
terikat pada ukuran umum
satuan infanteri, hal ini tampak
pada satuan mereka yang
disebut Grup. Penggunaan istilah
Grup bertujuan agar satuan yang
dimiliki mereka terhindar dari
standar ukuran satuan infanteri
pada umumnya (misalnya
Brigade). Dengan satuan ini,
Kopassus dapat fleksibel dalam
menentukan jumlah personel,
bisa lebih banyak dari ukuran
brigade (sekitar 5000 personel),
atau lebih sedikit.
Lima Grup Kopassus
Secara garis besar satuan dalam
Kopassus dibagi dalam lima Grup,
yaitu:
• Grup 1/Para Komando —
berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Para Komando —
berlokasi di Kartasura, Jawa
Tengah
• Pusat Pendidikan Pasukan
Khusus — berlokasi di Batujajar,
Jawa Barat
• Grup 3/Sandhi Yudha —
berlokasi di Cijantung, Jakarta
Timur
• Satuan 81/Penanggulangan
Teror — berlokasi di Cijantung,
Jakarta Timur
Kecuali Pusdikpassus, yang
berfungsi sebagai pusat
pendidikan, Grup-Grup lain
memiliki fungsi operasional
(tempur). Dengan demikian
struktur Pusdikpassus berbeda
dengan Grup-Grup lainnya.
Masing-masing Grup (kecuali
Pusdikpassus), dibagi lagi dalam
batalyon, misalnya: Yon 11 dan
12 (dari Grup 1), serta Grup 21
dan 22 (dari Grup 2).
Jumlah personel
Karena Kopassus merupakan
pasukan khusus, maka dalam
melaksanakan operasi tempur,
jumlah personel yang terlibat
relatif sedikit, tidak sebanyak
jumlah personel infanteri biasa,
dengan kata lain tidak
menggunakan ukuran
konvensional mulai dari peleton
hingga batalyon. Kopassus
jarang sekali (mungkin tidak
pernah) melakukan operasi
dengan melibatkan kekuatan
satu batalyon sekaligus.
Istilah di kesatuan
Karena berbeda dengan satuan
pada umumnya, satuan di bawah
batalyon bukan disebut kompi,
tetapi detasemen, unit atau tim.
Kopassus jarang melibatkan
personel yang banyak dalam
suatu operasi. Supaya tidak
terikat dengan ukuran baku
pada kompi atau peleton, maka
Kopassus perlu memiliki sebutan
tersendiri bagi satuannya, agar
lebih fleksibel.
Pangkat komandan
• Komandan Grup berpangkat
Kolonel,
• Komandan Batalyon
berpangkat Letnan Kolonel,
• Komandan Detasemen, Tim,
Unit, atau Satuan Tugas Khusus,
adalah perwira yang pangkatnya
disesuaikan dengan beban
tugasnya (mulai Letnan sampai
Mayor).
Grup 1/Para Komando
Grup 1/Para Komando adalah
satuan setingkat Brigade, yang
merupakan bagian dari
Komando Pasukan Khusus TNI
Angkatan Darat dan didirikan
pada tanggal 23 Maret 1963.
Grup ini bermarkas di Serang,
Banten, dengan Komandan Grup
pertama kali adalah Mayor L.B.
Moerdani. Dhuaja yang
digunakan adalah Eka Wastu
Baladhika, yang diciptakan oleh
Kopral Satu Suyanto. Komandan
saat ini adalah Kolonel Inf. Teddy
Lhaksmana, dengan jumlah
personil sebanyak 1.274 orang.
Sejarah
Garis waktu
• 23 Maret 1963, Batalyon 1 Para
Komando diresmikan
• 1964, Mayor Inf. L.B. Moerdani
digantikan oleh Mayor Inf. C.I.
Santosa
• 1967, penyebutan batalyon
diganti menjadi grup yang
setingkat brigade.
• 1967, Dhuaja Grup 1 Eka Wastu
Baladika diciptakan oleh Koptu
Suyanto
• 1969, Kopassandha mulai
melakukan latihan gabungan
dengan angkatan lain
• 1974, Suksesi dari angkatan 45
ke generasi akademi, ada isu
Kopassandha bakal dihapus
• 1978-1983, Komandan Grup
terlama dipegang oleh Letkol Inf.
Wismoyo Arismunandar
• 1981, Grup 1 dipindahkan dari
Cijantung ke Serang
• 1983, Denpur 11 menyusul ke
Serang
• 1986, Regrouping dari 1.736
orang menjadi 981 orang.
Regrouping melahirkan dua
batalyon.
• 1 Juli 1996, Batalyon ketiga
terbentuk
• 14 Februari 2004, Kolonel Inf.
Teddy Lhaksmana menjadi
komandan Grup ke-17 atau
ke-19 jika dihitung dari era
batalyon.
Awal berdiri
Sejarahnya diawali pembentukan
Batalyon 1 RPKAD pada tanggal
23 Maret 1963 dengan
komandan Mayor L.B. Moerdani.
Pada tahun 1967 istilah batalyon
diganti dengan grup yang
berkekuatan setingkat brigade
dan mulai mengunakan dhuaja .
Pada tahun 1996 diregrouping
dari 3 detasemen menjadi 2
batalyon dan pada tahun itu juga
dibentuk Batalyon 13 untuk
melengkapi agar grup terdiri dari
3 batalyon.
Anggota pasukan yang gugur
Jumlah anggota Grup 1 yang
gugur sebanyak 120 orang dari
sembilan medan tugas, dengan
rincian sebagai berikut:
1. Operasi Timor Timur : 66
orang
2. Operasi Dwikora di
Kalimantan : 21 orang
3. Operasi Tumpas di Sulawesi
Selatan : 4 orang
4. G30S/PKI : 5 orang
5. Operasi PGRS/Paraku : 2 orang
6. Operasi Wibawa di Irian : 5
orang
7. Operasi Aceh (1991-2004) : 15
orang
8. Operasi Tergabung Garuda 12
di Kamboja : 1 orang
9. Operasi Maluku dan Maluku
Utara : 1 orang
Organisasi pasukan
Kekuatan Grup 1/Para Komando
terdiri dari 1.274 personel dalam
tiga batalyon tempur yaitu:
1. Batalyon 11/Astu Seno
Baladhika
2. Batalyon 12/Asabha Seno
Baladhika
3. Batalyon 13/Thikkaviro Seno
Baladhika
Setiap batalyon terdiri dari 3
kompi. Setiap kompi dipecah lagi
menjadi 3 peleton, yang masing-
masing peleton beranggotan 39
orang. Dan setiap peleton terdiri
dari 3 unit kecil yang disebut
regu berkekuatan 10 orang.
Regu
Setiap regu hanya berkekuatan
10 orang, yang dipimpin oleh
seorang bintara, dimana masing-
masing orang memiliki keahlian
masing-masing. Komposisi regu
terdiri dari :
1. Komandan Regu (Danru),
2. Wakil Komandan Regu
(Wadanru),
3. Penembak senapan 1
4. Penembak senapan 2,
5. Bintara Zeni Demolisi,
6. Tamtama Perhubungan,
7. Tamtama Kesehatan,
8. Penembak Senapan Mesin
Ringan Ultimax 100,
9. Penembak senapan 3/
Pembantu penembak Senapan
Mesin Ringan, dan
10. Penembak senapan 4.
Komandan Grup 1
Diantara mereka yang pernah
menjabat Komandan Grup 1/Para
Komando adalah:
1. Mayor Inf. L.B. Moerdani,
1963-1964
2. Mayor Inf. C.I. Santosa,
1964-1967
3. Letkol Inf. S. Soekoso
4. Kolonel Inf. H.H. Djajadiningrat
5. Letkol Inf. Samsudin (Atekad
1960)
6. Letkol Inf. Soegito, 1975-1978
7. Letkol Inf. Wismoyo
Arismunandar, 1978-1983
8. Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana,
2004-sekarang
Persenjataan
Saat ini Grup 1/Para Komando
memiliki persenjataan yang
ringan dibawa tetapi efektif,
jenis yang digunakan adalah:
1. Senapan Serbu 1 buatan
Pindad
2. Pelontar Granat SPG-1 kaliber
40 mm
3. Pistol SiG Sauer P226 untuk
komandan kompi ke atas, dan
Pistol P1 buatan Pindad untuk di
bawahnya.
4. Night Vission Goggles (NVG)
5. Shotgun MOD M3 Super 90
6. Sniper Accuracy International
7,62 mm
7. Sniper Galil 7,62 mm
8. Senapan Mesin Ultimax 100.[1]
Grup 2/Para Komando
Grup 2 Kopassus/Para Komando
adalah satuan setingkat Brigade,
yang merupakan bagian dari
Komando Pasukan Khusus TNI
Angkatan Darat dan didirikan
pada tahun 1962. Grup ini
bermarkas di Kartasura,
Sukoharjo, dengan Komandan
Grup pertama kali adalah Mayor
Inf Sugiarto .
Dhuaja yang digunakan adalah
Dwi Dharma Bhirawa Yudha,
dengan lambang Naga Terbang
yang bermakna Satuan kedua
dari Komando Pasukan Khusus
yang selalu siap sedia berjuang
membela negara dan bangsa
dengan gagah berani dan selalu
jaya dalam setiap pertempuran.
Komandan saat ini adalah Kolonel
Inf. Asep Subarkah Yusuf lulusan
Akademi Militer tahun 1984,
dengan jumlah personil
sebanyak 1.459 orang. Kasi Ops
Kapten Inf Suwondo.
Grup 2 terdiri dari :
• Batalyon 21 dan Batalyon 22
yang bermarkas di Kartasura,
Jawa Tengah,
• Batalyon 23 bermarkas di
Parung, Bogor.
Pusat Pendidikan Pasukan
Khusus
Pusat Pendidikan Pasukan
Khusus atau disingkat
Pusdikpassus adalah sekolah
awal untuk melatih pasukan para
komando, khususnya yang akan
bergabung ke Kopassus. Pusdik
ini bermarkas di Batujajar, Jawa
Barat.
Sebagai lembaga pendidikan,
Pusdikpassus dibagi
berdasarkan fungsi pelatihannya.
Secara garis besar, ada tiga
kejuruan utama, yaitu:
1. Para,
2. Komando dan
3. Sandi Yudha.
Lembaga pendidikan ini
menyediakan kursus-kursus
spesialis lain, yang juga terbuka
bagi anggota Angkatan Darat di
luar Kopassus seperti: Kompi
Pemburu, Scuba, Daki Serbu,
Demolisi, Pandu Udara (Path
Finder), dan Penembak Runduk
(Sniper).
Grup 3/Sandhi Yudha
Grup 3/Sandhi Yudha adalah
satuan Kopassus yang bertugas
sebagai intelijen di medan
pertempuran yang dibentuk
pada tanggal 24 Juli 1967. Grup
3/Sandhi Yudha ini bermarkas di
Markas Komando Cijantung,
Jakarta Timur. Calon Personil di
Grup ini diseleksi sangat ketat di
internal mulai dari calon prajurit
yang masih pendidikan hingga
personil yang sudah bertugas
aktif di kesatuan tetapi punya
bakat intelijen yang kemudian
akan dilatih lagi.
Pelatihan yang dilakukan
Dasar latihannya sama dengan
Prajurit Kopassus lainnya yaitu
Kursus Para (2,5 bulan), Sekolah
Komando (6 bulan) ditambah
kursus lainnya seperti PH (Perang
Hutan), PJD (Perang Jarak Dekat),
Spursus (Sekolah tempur khusus)
, Dakibu (Pendaki Serbu) tetapi
setelah itu para calon intel
tempur ini dididik lebih khusus
lagi yaitu pendidikan Sandhi
Yudha di Pusdik Passus,
Batujajar, Bandung yang materi
pendidikannya adalah intelijen
dan pengetahuan pendukung
untuk intelijensia di medan
operasi seperti penyamaran,
navigasi, bela diri khusus,
penggunaan alat-alat khusus
intelijen dan lain-lain. Bahkan
beberapa personil terpilih dari
Grup ini dikirim lagi untuk
sekolah ke Pusat Pendidikan
Intelijen Militer di luar negeri
seperti Amerika Serikat, Jerman,
Inggris bahkan Israel. Diantara
seluruh jenis prajurit di Kopassus
yang paling spesifik
pendidikannya adalah prajurit di
Grup 3/Sandhi Yudha.
Operasi lapangan
Biasanya dalam prosedur tetap
operasi di lapangan sebelum
Grup Parakomando atau Grup
Anti teror digelar ke medan
operasi, personil dari Grup
Sandhi Yudha ditugaskan
terlebih dahulu sebagai intel
tempur untuk mengumpulkan
informasi intelijen dari lapangan.
Selain digunakan secara internal
oleh Kopassus. Prajurit-prajurit
sandhi yudha ini juga sering di
BKO-kan ke Kodam-kodam atau
satuan-satuan lain. Pada masa
DOM di Aceh, prajurit dari grup
ini banyak yang di BKO-kan di
bawah Komando Penguasa
Darurat Sipil dan Militer di sana,
dimana mereka dibuat dalam
satuan SGI (Satuan Grup Intelijen)
. Dalam situasi tertentu mereka
ada juga yang ditugaskan
sebagai freelance tanpa satuan
resmi,dalam hal ini mereka akan
dilengkapi dengan identitas sipil
seperti KTP dan kadang-kadang
punya kartu kuning pencari kerja
dari Dinas Tenaga Kerja. Para
freelance inilah yang punya
potensi besar menjadi disertir.
Termasuk juga dalam
menghadapi OPM di Papua
(seperti kasus terbunuhnya
Theys Hiyo Eluay), kasus
penculikan aktifis di awal
reformasi juga dilakoni oleh
prajurit sandhi yudha yang
tergabung dalam Tim Mawar.
Bahkan di BIN (Badan Intelijen
Negara), banyak personil
operasinya alumnus dari Sandhi
Yudha dan dalam tugas-tugas
intelijennya masih sering
memakai personil aktif dari Grup
3/Sandhi Yudha. Tetapi ada
beberapa dari mereka yang
bernasib sangat ironis yaitu
hilang tanpa jejak di medan
tugasnya atau bahkan sengaja
menghilangkan diri dan dan
diisukan bergabung dengan
organisasi-organisasi paramiliter
di pelosok-pelosok negeri ini.
Masalah kurangnya
kesejahteraan menjadi alasan
utama para disertir ini untuk
meninggalkan
tugasnya,sementara organisasi-
organisasi para-militer yang
bermisi separatisme maupun
yang berorientasi bisnis
menawarkan keuntungan dari
segi ekonomi buat mereka.
Mereka juga sering menjadi
pelaku black market di medan
operasi untuk membantu
kelompok yang seharusnya
menjadi target operasinya.
Informasi yang diperoleh
Tetapi terlepas dari semua kasus
dan isu-isu miring yang menerpa
Kopassus sebagai rumahnya
para Prajurit Sandhi Yudha,
mereka memiliki kontribusi yang
sangat signifikan khususnya
dalam hal intelijen di Negeri ini.
Banyak informasi dari para
alumnus Sandhi Yudha maupun
yang masih aktif di Grup 3
terhadap negara yang
menyangkut gangguan
separatisme, teroris di dalam
negeri maupun peran serta
bangsa lain dalam mengganggu
keutuhan NKRI. Mereka bermain
di belakang layar tanpa kelihatan
dengan menghadapi resiko
tugas yang sangat berat dan
jauh dari keluarganya bahkan
tidak sedikit dari pada prajurit
Sandhi Yudha ini yang tidak
dikenal anak kandungnya sendiri
begitu pulang bertugas karena
lamanya di dalam medan operasi.
Satuan yang ada di bawah Grup
3
1. Batalyon 31/Eka Sandhi Yudha
Utama
2. Batalyon 32/Apta Sandhi
Prayudha Utama
3. Batalyon 33/Wira Sandhi
Yudha Sakti
Satuan 81/Penanggulangan
Teror
Sat-81 Gultor
Kekuatan - (tidak diketahui)
Persenjataan Minimi 5,56mm,
MP5 9mm, Uzi 9mm, Beretta
9mm, SIG-Sauer 9mm, dan
beberapa jenis lagi seperti
sniper, tidak terdeteksi.
Spesialis Antibajak pesawat,
perang kota, intelijen & kontra-
intelijen
Dibentuk 30 Juni 1982
Satuan 81/Penanggulangan
Teror atau disingkat Sat-81/
Gultor adalah satuan di Kopassus
yang setingkat dengan Grup,
bermarkas di Cijantung, Jakarta
Timur.
Sejarah berdirinya
Mengantisipasi maraknya
tindakan pembajakan pesawat
terbang era tahun 1970/80-an,
Kepala Badan Intelijen Strategis
(BAIS) ABRI menetapkan lahirnya
sebuah kesatuan baru setingkat
detasemen di lingkungan
Kopassandha. Pada 30 Juni 1982,
muncullah Detasemen 81
(Den-81) Kopassandha dengan
komandan pertama Mayor Inf.
Luhut B. Panjaitan dengan wakil
Kapten Inf. Prabowo Subianto.
Kedua perwira tersebut dikirim
untuk mengambil spesialisasi
penanggulangan teror ke GSG-9
(Grenzschutzgruppe-9) Jerman
dan sekembalinya ke Tanah Air
dipercaya untuk menyeleksi dan
melatih para prajurit
Kopassandha yang ditunjuk ke
Den-81.
Organisasi pasukan
Keinginan mendirikan Den-81
sebenarnya tidak terlepas dari
peristiwa pembajakan pesawat
Garuda DC-9 Woyla di Bandara
Don Muang, Bangkok, 31 Maret
1981. Nah, pasukan yang
berhasil membebaskan Woyla
inilah yang menjadi cikal bakal
anggota Den-81, dan belakangan
diganti lagi jadi Satuan 81
Penanggulangan Teror (Sat-81
Gultor). Dari periode 1995¬ -
2001, Den-81 sempat
dimekarkan jadi Group 5
Antiteror.
Satuan yang ada di bawah
kendali Sat-81 adalah Batalyon
811 dan Batalyon 812.
Sistem rekrutmen
Secara organisatoris, Gultor
langsung di bawah komando
dan pengendalian Komandan
Jendral Kopassus. Gultor saat ini
dipimpin perwira menengah
berpangkat kolonel. Proses
rekrutmen prajurit Gultor dimulai
sejak seorang prajurit selesai
mengikuti pendidikan para dan
komando di Batujajar. Dari sini,
mereka akan ditempatkan di
satuan tempur Grup 1 dan Grup
2, baik untuk orientasi atau
mendapatkan pengalaman
operasi.
Operasi Sat-81/Gultor
Sekembalinya ke markas, prajurit
tadi akan ditingkatkan
kemampuannya untuk melihat
kemungkinan promosi
penugasan ke Satuan Sandi
Yudha atau Satuan Antiteror.
Untuk antiteror, pendidikan
dilakukan di Satuan Latihan
Sekolah Pertempuran Khusus
Batujajar. Operasi terakhir
terbilang sukses Den-81 yaitu
saat pembebasan 26 sandera
yang ditawan GPK Kelly Kwalik di
Irian Jaya pada 15 Mei 1996.
Namun Operasi Woyla masih
menjadi satu-satunya operasi
antiteror dalam skala besar yang
dijalankan TNI hingga saat ini.
Tidak jelas berapa jumlah prajurit
Sat-81 Gultor saat ini.

MERANA

begitu kelamnya jiwaku malam ini, entah harus dg usaha apa aku bisa membuat smua ini berjalan normal kembali?
Aku akui aku terlalu jauh dari-NYA aku juga merasa seperti terasing di keluargaku,jalan yg aku lalui smakin terjal dan mendaki kiri kanan aku lihat jurang knistaan dan keterpurukan hidup. Aku lama berpaling dari-NYA aku terlalu berdosa,aku malu aku merasa dan merana kalau aku slalu ingat sgala perbuatanku, aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri....ya allah aku berharap kemurahan-MU......AMIN